|
Menurut sebuah portal yang saya baca, ditahun-tahun sebelum masehi retorika di hadapan publik pada mulanya hanya dilakukan oleh laki-laki. Aristoteles misalnya, filosof Yunani ini sangat menekankan pembelajaran retorika terhadap kaum laki-laki. Hal tersebut karena retorika lebih bersifat persuasif dan agresif sehingga dinilai lebih tepat dikerjakan oleh kaum laki-laki dan memang hanya diajarkan pada kaum laki-laki saja. Maklum pada zamannya, perempuan hampir tidak memiliki akses ke dunia luar selain lingkungan rumahnya sendiri. Perempuan dinilai tidak lebih dari keberadaannya secara biologis sebagai yang melahirkan anak dan merawat anak-anak serta rumah tangganya.
Namun, yang saya lihat sekarang malah semakin berjalannya waktu akses wanita untuk tampil di depan publikpun semakin terbuka lebar. Banyak para wanita yang menjadi pembicara-pembicara handal. Tak hanya itu, mereka juga dapat mempengaruhi pendengar dengan isi pembicaraan yang berkualitas dan memberi wawasan ilmu pengetahuan kepada khalayaknya. Hal tersebut dapat kita lihat baik di dunia hiburan, pendidikan, kesehatan, perpolotikkan, maupun di bidang keagamaan.
Nah, berbicara mengenai wanita yang jago beretorika di bidang agama, saya memiliki kisah menarik tentang hal ini. Ada salah sorang wanita yang membuat saya terkesan ketika pertama kali mendengar ceramahnya di salah satu stasiun televisi swasta. Siapa lagi kalau bukan Hj. Dedeh Rosidah Syarifudin. Wanita yang akrab dipanggil Mamah Dedeh ini semakin populer dengan semakin naiknya rating acara dakwah yang beliau bawakan.
Saya mengetahui acara ini pertama kali dari Ibu saya. Beliau yang rutin bangun subuh ini selalu menyaksikan acara televisi sebagai penemannya disaat memasak. Kebetulan pagi itu saya terbangun dan sulit untuk tidur lagi. Saya pun keluar kamar dan melihat Ibu sangat antusias menonton acara tersebut. Saya pun ikut nimbrung. Ibu mengatakan bahwa acara pengajian ini sangat bagus dan menghibur. Mendengar penjelasan Ibu, ternyata memang benar. Saya pun ikut larut menyaksikan Mamah Dedeh yang piawai membawakan ceramahnya. Berawal dari tidak sengaja itulah saya terbiasa bangun pagi dan tidak lupa menyaksikan acara tersebut (walau tidak rutin).
Semakin hari pengetahuan saya tentang agamapun semakin bertambah karena menyaksikan acara ceramah Mamah Dedeh di televisi. Tanda tanyapun menghampiri, sebenarnya siapa sih Mamah Dedeh ini? Rasa penasaran inilah yang membawa saya iseng-iseng searching di internet untuk mencari informasi tentang idola baru saya ini. Ternyata, sebelum terkenal sebagai ustadzah seperti sekarang, dulu Mamah Dedeh justru tertarik pada seni lukis. Padahal keluarganya rata-rata berprofesi sebagai da’i dan ustadz di pesantren. Mamah Dedeh memang dibesarkan di keluarga pesantren di Pasir Angin, Ciamis, Jawa Barat. Ayahnya yang dikenal sebagai ulama, kurang setuju dengan minat Mamah Dedeh pada seni lukis. Maka, semasa remaja ia diminta agar kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat (sekarang UIN Syarif Hidayatullah). Sejak menimba ilmu di perguruan tinggi inilah, Mamah Dedeh semakin intens terlibat dalam dunia dakwah. Setelah mengetahui sedikit informasi tentang beliau, saya tidak heran melihat kemampuannya berceramah di hadapan banyak orang karena selain ia menimba ilmu di universitas keagamaan, ia pun berasal dari keluarga pendakwah.
Jika dihubungkan dengan pelajaran retorika yang saya peroleh dari Ibu Chelsy Yesicha beberapa waktu yang lalu, saya ingin mengutip pernyataan dari Walter Fisher, yang menyatakan bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika seseorang mampu bercerita, sesungguhnya ia punya potensi untuk berceramah. Saya melihat kemampuan ini dimilliki oleh seorang Mamah Dedeh. Dalam setiap penampilannya, ia selalu menyisipkan cerita-cerita menarik sehingga ceramah yang ia bawakan terasa ringan dan tidak membosankan.
Dakwah yang dibawakan oleh Mamah Dedeh juga dapat dihubungkan dengan materi atau isi pidato secara umum. (1) Akar, tunggang judul yang aktual (2) Batang, logika yang konsisten (3) Cabang/ranting, kerangka yang sistematis (4) Daun, analisa yang logis (5) Bunga, variasi, humor, pepatah, puisi (6) Buah, berkesimpulan. Keenam point diatas menurut saya terdapat dalam setiap ceramah yang dibawakan oleh Mamah Dedeh. Dakwah yang beliau sampaikan selalu berkaitan dengan masalah-masalah kehidupan yang sedang hangat saat ini, materi yang “berisi”, menggunakan dasar dan analisa yang kuat, disuguhi dengan humor yang pas, dan kesimpulan yang sangat membangun bagi pendengarnya.
Sama halnya jika dihubungkan dengan beberapa jenis pesan non verbal. Di antaranya Kinestetik (gerak tubuh) baik fasial, gestural, atau postural, Paralinguistik atau suara, dan Artifaktual atau pakaian dan kosmetik. Kesemua hal ini dimiliki oleh Mamah Dedeh. Dalam dakwahnya, beliau selalu menampilkan body language yang baik, intonasi, kejernihan, dan tinggi rendah suara yang seimbang, serta penampilan yang baik dan tidak terlalu nyentrik walau beliau membawakan dakwah tersebut di televisi nasional.
Begitu pula dengan tiga inti retorika yang dipaparkan oleh Aristoteles. Murid Plato ini memaparkan bahwa terdapat tiga bagian inti di dalam retorika, yaitu ethos, phatos, dan logos. Saya pun melihat ketiga bagian ini dalam ceramah yang dibawakan oleh Mamah Dedeh. Mari kita lihat satu per satu.
a. Ethos, yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi.
Pembawaan Mamah Dedeh yang kadang bisa serius kadang bisa juga bercanda dapat membawa kesegaran pada pendengarnya. Suara lantang disertai humor kala berdakwah menjadi ciri khas yang sangat melekat pada Mamah Dedeh. Ustadah yang satu itu berhasil memadukan dakwah dan komedi. Selain itu, saya melihat Mamah Dedeh memiliki karakter yang kuat. Dengan suaranya yang lantang itu, plus suguhan homor yang pas, membuat para komunikan yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan terhipnotis untuk mendengarkan ceramah beliau. Tak jarang banyak sekali feed back yang diberikan oleh penonton baik dalam bertanya, tertawa bahkan menganggukkan kepala pertanda mereka mengerti dengan apa yang disampaikan oleh Mamah Dedeh.
b. Phatos, yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “psikologi manusia”
Dengan suguhan materi yang up to date plus humor yang menarik membuat khalayak yang menyaksikan Mamah Dedeh sangat puas. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya penonton yang hadir disetiap acara dakwah yang dibawakan oleh beliau. Selain itu, saya melihat tidak ada kejenuhan dan kebosanan dari pendengarnya. Semuanya ikut hanyut dalam ceramah yang dibawakan oleh Mamah Dedeh padahal acara itu diadakan live diwaktu subuh (pukul 05.00). Begitu pula sewaktu acara ceramah edisi khusus Ramadhan yang juga saya saksikan pada bulan puasa lalu. Acaranya live sekitar pukul empat sore, yang mana sama-sama kita ketahui bahwa pada jam-jam seperti itu daya tahan tubuh semakin menurun. Namun, walaupun begitu khalayak sangat antusias menyaksikan ceramah beliau.
Jangankan khalayak yang menyaksikan Mamah Dedeh secara langsung. Saya saja sebagai penonton yang hanya melihatnya dari televisi juga ikut terhanyut dengan dakwah yang ia bawakan. Tanpa sadar, saya juga ikut menganggukkan kepala bahkan tertawa mendengar lelucon yang ia berikan. Kantuk pun menjadi hilang saat menyaksikan ceramah beliau. Bagi saya hal yang seperti ini sangat penting. Mungkin materi yang beliau bawakan cukup serius, namun karena dipolesi dengan humor-humor yang mendidik, para pendengarnya tidak merasa jenuh.
c. Logos, yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara.
Ceramah yang dibawakan oleh Mamah Dedeh memang beda dari ceramah yang diberikan oleh para ustadah pada umumnya. Apa lagi kalau bukan humor yang menghiasi setiap ceramahnya. Namun disamping itu semua, hal yang membuat saya kagum adalah untaian kata yang keluar dari mulutnya begitu enak didengar. Dalam menyampaikan materi, beliau tidak enggan menggunakan bahasa sehari-hari dan sangat kontekstual dengan keadaan sekarang, pengajian pun akan mudah dimengerti, terasa ringan, tapi mantap. Penjelasannya begitu runut dan dalam.
Begitu pula dalam menjawab pertanyaan dari pendengarnya. Ciri khas penceramah ulung ini adalah sebuah semboyan yang diucapkan oleh orang yang akan bertanya, “Mamah...Curhat dong...” dan Mamah Dedeh akan menjawab, “Iya dong...” Ia akan menjawab sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan selalu berpatokan kepada Al Qur'an dan Hadist yang semuanya sudah nempel di kepalanya. Kalimat-kalimat yang yang ia sampaikan sungguh lancar sehingga tidak terlihat kegugupan atau mikir-mikir dulu dalam menjawabnya. Untaian ayat-ayat Qur’an dan Hadist yang ia ucapkan sangat fasih seperti ia hafal ribuan ayat. Selain itu, karena para pendengarnya memang bisa curhat, jawaban yang diberikan oleh Mamah Dedeh tidak berkesan menggurui karena layaknya curhat dengan ibu sendiri. Ia selalu menggunakan kalimat yang jelas, singkat, dan efektif. Lagi-lagi ada nilai plus dimata saya terhadap ustazah ini.
Sekian penjelasan saya tentang tokoh Retorika yang saya kagumi. Mamah Dedeh dapat menjadi contoh bagi saya dalam berbicara dihadapan khalayak dan alhamdulillah ajaran-ajaran yang disampaikan olehnya dapat menambah ilmu di pagi hari bekal pengetahuan dan keimanan.
***